Thursday, March 12, 2015

Perkembangan Tasawuf Falsafi


Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi, disebut juga denga tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional sebagai penggagasnya. Berbeda dengan tasawuf salafi (akhlaqi), tasawuf filosofi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya.[1]
Selama abad  kelima hijriah, aliran tasawuf salafi (akhlaqi) terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, aliran tasawuf falsafi ini mulai tenggelam dan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof. Tenggelamnya aliran ini adalah imbas dari kejayaan teologi Ahlussunnah Wal Jama’ah di atas aliran-aliran lain.
Sejak abad  keenam  hijriah muncul sekelompok tokoh tasawuf  yang memadukan tasawuf  mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, disebut murn tasawuf bukan, disebut murni filsafat juga bukan. Di antara mereka yaitu Syukhrawardi Al-Maqtul (meninggal tahun 549 H), penyusun kitab Hikmah Al-Insyraqiyah, Syekh Akbar Muhyidin Ibnu Arabi (meninggal pada Tahun 638 H), dan lain-lain. Mereka banyak menimba berbagai sumber dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme. Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar bagi para sufi mutakhir.
Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang , yakni tasawuf akhlaqi. Kemudian, tasawuf akhlaqi ini didentik dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memegari tasawufnya dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian terbagi menjadi dua, yaitu sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak , dan tasawuf falsafi, yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya (syathahiyat) dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapan-ungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan yang fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan ataupun hulul.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam tasawuf falsafi antara lain, yaitu Ibn Masarrah (dari Cordova, Andalusia, wafat tahun391 H), Syukhrawardi (dari Persia, wafat dibunuh di Aleppo tahun 587 H), dan Ibn Arabi (sufi Andalusia, wafat di Damaskus tahun 638 H). bila tasawuf sunni memperoleh bentuk final pada pengajaran Al-Ghazali, maka tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi. Dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik dalam lapangan keislaman mapun dalam lapangan filsafat, ia berhasil membuat karya tulis yang luar biasa banyaknya (di antaranya, Futuhat Al-Makkiyah dan Fushush Al-Hikam). Hampir semua praktik, pengajaran, dan ide-ide yang berkembang dikalangan sufi diliputinya dengan penjelasan-penjelasan memadai. Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdah Al-Wujud).


[1] M. Solihin & Rosihon  Anwar, Op. Cit, hlm. 67

Monday, January 12, 2015

Ranah Stilistika/’Illm Al-Uslub

Ranah Stilistika/’Illm Al-Uslub
Khafaji berkata yang dikutip dari pendapat M.H Abram, bahwa diantara karakteristk stilistika adalah ia menganalisis persoalan-persoalan yang  terkait dengan sutiyyahnya (fonologi), jumliyah (macam-macam struktur kalimat), mu’jamiyah (leksiologi) dan balaghiyah (seperti pengguanaan metaphor, hipalase, dan mitonimi). Sedangkan menurut pendapat al-jahiz, karakteristik adalam studi an-nazmnya lebih menekankan aspek-aspek makna bahasa (semantic), masalah sinonim(mutarodif), prinsip penghematan kata(ijaz), dan makna dalam struktur kalimat (sintagmatig).
            Pada dasarnya pendapat diatas tidak berbeda ; semuanya mengkaji  persoalan bahasa yang meliputi susunan huruf yang terangkai dalam kata (fonologi) dan pemilihan atau preprensi dalam kata dan kalimat.
al-mustawayat al-uslubiyyah (ranah analisis stilistika)
1.al-mustawa as-sauti(ranah fonologi)
2. al-mustawa al-sarfi (ranah morfologi)
3. al-mustawa al-nahwi au al-tarkibi( ranah sintaksis)
4. al-mustawa al-dalali(ranah semantic)
5. al-mustawa al- taswiri(ranah  imageri)
Pada penggunaan ranah analisis uslubiyah tergantung pada genre abjek analisinya, missal genre syair (puisi) ranah analis yang paling serng di gunakan adalah ranah al mustawa al-sauti sedangkan pada prosa  ranah tersebu jarang di gunakan. Tapi alangkah baiknya kelima langkah analisis tersebut dapat di gunakan engan baik.
1.                  Al-mustawa al-sauti (ranah fonologi)
a.       Al-mustwa al-sauti (ranah fonologi) meliputi ranah analisis fonologi itu sendiri sampai dengan efeknya pada keserasian dan pemakaian . pada bahasan ini mencakup sawamit(konsonan), dan sawait(vocal.
b.      Sawamit(konsonan) dan sawait(vocal)
Para linguis modern telah membagi bunyi bahasa pada sawamit (konsonan) dan sawait(vocal). Dalam literatur arab sawamit(konsonan) terbagi menjadi tujuh bagian:
1.      Sawamit infijariyah (plosive)
2.      Sawamit anfiyah(nasal)
3.      Sawamit munharifah (lateral)
4.      Sawamit mukararah (getar)
5.      Sawamit ikhtikakiyah (frikatif)
6.      Sawamit infijariyah ihtikakiyah (plosive-prikatif)
7.      Syibh as-sawamit (semi vocal)
Sedangkan sawait(vocal) terbagi menjadi dua bagian:
1.      Sawa’it qosirah(vocal pendek) yaitu bunyi kasroh, Fathah, dan dhomah.
2.      Sawa’it tawilah(vocal panjang) yaitu bunyi alif, wau, dan ya yang di baca panjang.
Selain itu para linguis arab juga membagi al-mustwa as-sauti (ranah fonologii kedalam lima bagian:
1.      Al-waqfat/pauses
Adalah jeda antara dua kelompok suara, antara dua kata atau dua ungkapan dalam satu kalimat. Dalam ilmu tajwid dikenal dengan istilah waqf dan terbagi kepada waqf al-tam, waqf al-kafi, waqf al-hasan.
2.      Al-tangin/ nada
 Al-tangin/ nada Terbagi menjadi empat macam yaitu ; al-naghmah al-munhafidah/nada rendah, al-naghmah al-adiyah/nada biasa, al-nagmah al’aliyah/nada tinggi, al-naghmah al-fauq al-aliyah/nada sangat tinggi.
3.      Al-nabr/ stress-accent
Adalah penekanan suara yang terjadi pada berikut ini:
a.       Tatkala waqf yang di tasydid seperti al-hayy.
b.      Tatkala pengucapan al-wawu bertasydid yang didahului harakat fahah atau dhomah seperti pengucapan qawwamina
c.       Tatkala pengucapan hurf al-ya yang di dahului harakah kasroh atau fathah seperti pengucapan syarqiyya
d.      Tatkala perpidahan dari madd ke huruf yang bertasydid, seperti pengucapan al-haqqah
Penekanan pengucapan kata dalam suatu kalimat untuk memberikan penjelaan atau penguatan dan penghilangan keragu-raguan dari penutur atau petutur.
4.      Al-tazmin/ tempo
Adalh tenggang waktu pengucapan kata atau kalimat sebagai pantulan dari perasaan emosi penutur, terkadang tempo ini pelan, cepat, dan sedang.
5.      Al-iqa/ritme.
Adalah yaitu irama suara yang muncul secara teratur dan berulang .
2.  al-mustwa al-sharfi
Pada aspek ini sangat luas cakupannya paling tidak mencakup dua aspek berikut ini
a.       Ikhyar as-shigah (pemilihan bentuk kata)
Sebagai contoh pilihan kata musytabih pada al-an’am ayat 99 dan al-an’am ayat 141
وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ نَبَاتَ كُلِّ شَيۡءٖ فَأَخۡرَجۡنَا مِنۡهُ خَضِرٗا نُّخۡرِجُ مِنۡهُ حَبّٗا مُّتَرَاكِبٗا وَمِنَ ٱلنَّخۡلِ مِن طَلۡعِهَا قِنۡوَانٞ دَانِيَةٞ وَجَنَّٰتٖ مِّنۡ أَعۡنَابٖ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُشۡتَبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٍۗ ٱنظُرُوٓاْ إِلَىٰ ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَيَنۡعِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكُمۡ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ٩٩
“99. Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”
۞وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ١٤١
“141. Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”

Dilihat dari kontek ayat kedua ayat tersebut bukanlah sinonim. Setiap pilihan kata cocok untuk konteknya masing’’


b.      Al-udul bi al-shigah ‘an al-asl al-siyaqi
Yaitu berpindah bentuk kata kebentuk kata lainya dalam kontek yang sama. Seperti kata kasabat  dan iktasabat dalam firman allah swt dalam al-qur’an al-baqarah ayat 286
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ.
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”
3. al-mustawa al-nahwi au la-tarkibi (ranah sintaksis)
Pada analisis ranah ini tidak membahas ‘irab atau kedudukan kata melainkan yang diteliti adalah apa rahasia dari penggunaan struktur kalimat tertentu?.


4. al-mustawa al-dalali(ranah semantic)
Adalah ranah analisis tentang makna yang bahasanya mencakup seluruh ranah linguistic.
Agar tidak jembuh dengan bahasan lainnya maka di sini di batasi pada aspek-aspek sebagai berikut:
a.       Dalalah al-lafz al-mu’jami(makna leksikal)
b.      Al-musytarak al-lafz(polisemi)
c.       Al-taraduf(sinonim)
d.      Al-tibaq(antonym)
5. al-mustawa al taswiri (ranah imageri)
Adalah cara pengungakapan konsep yang abstrak, kejiwaa seseorang, pristiwa yang terjadi dan lain sebagainya. Al-taswir mencakup beberapa aspek:
a.      Al-taswir bi al- tasybih
b.      Al-taswir bi al- majaz
c.       Al-taswir bi al-isti’arah
d.      Al-taswir bi al-kinayah

e.       Al-tanasuq al fanni fi al-surah

Sunday, December 7, 2014

BATASAN DAN FUNGSI KRITIK SASTRA


A.  Batasan kritik Sastra
Istilah kritik sastra mempunyai sejarah yang panjang. Istilah itu telah dikenal pada sekitar 500 Sebelum masehi. Kata kritik berasal dari Krinein, bahasa Yunani, yang berarti menghakimi”, “membanding’, atau ‘menimbang’.   Kata  krenien menjadi pangkal atau asal kata kreterion yang berarti dasar, pertimbangan, penghakiman. Orang ynag melakukannya disebut krites ynag berarti hakim
Kegiatan Kritik sastra yang pertama dilakukan oleh bangsa Yunani yang bernama Xenophanes dan Heraditus.

Buku tentang kritik sastra pertama dan lengkap, yang dapat dipandang sebagai sumber pengertian kritik modern merupakan buah tangan Julius Caesar Scaliger (1484-1585).
Di Indonesia, istilah maupun pengertian kritik sastra baru dikenal setelah para sastrawan memperoleh atau mendapatkan pendidikan dari atau di negara Barat sekitar awal abad kedua puluh. Walaupun sudah ada semacam kritik sastra, tetapi belum ada teori atau kerangka acuan yang digunakan
Jenis Kritik Sastra
kritik sastra dilihat dari segi pendekatan atau metode kritik, kritik sastra dapat dibagi atas dua jenis:
1.                  Kritik Sastra Penilaian (Judicial Criticism)
2.                  Kritik Sastra Induktif (Inductiv Criticism)
Di samping kedua pembagian itu, masih ditemui pembagian yang lain yang sifatnya merupakan pemerincian dari kritik sastra penilaian (Judicial Criticism),yaitu sebagai berikut:
1.               Kritik Sastra Ilmiah (Scientific Criticism),
2.               Kritik Sastra Estetis (Aesthetic Criticism),
3.               Kritik Sastra Sosial (Sosiological Criticism)

Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, kritik itu dapat digolongkan kedalam empat jenis (Abrams;1980) yaitu:

1.    Kritik Mimetik (Mimetic Criticism), yaitu kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaan dunia dan kehidupan manusia.
2.    Kritik Pragmatik (Pragmatic Criticism), yaitu suatu kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah karya sastra itu disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya.
3.    Kritik Ekspresi, yaitu kritik sastra yang menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra.
4.    Kritik Objektif, yaitu kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya adalaha karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari segi pengarang,pembaca atau dunia sekitarnya.



berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai kritik adalah:
1.    Pertimabangan atau penjelasan tentang karya sastra serta prinsip-prinsip terpenting tentang karya tersebut kepada penikmat yang kurang dapat memahaminya
2.    Menerangkan seni imajinatif sehingga mampu memberikan jawaban terhadap hal-hal yang dipetanyakan pembaca.
3.    Membuat aturan-aturan untuk para pengarang dan mengatur selera pembacanya.
4.    Menginterpretasikan suatu karya sastra terhadap pembaca yang tidak mampu memberikan apresiasi.
5.    Memberikan keputusan atau pertimbangan dengan ukuran penilaian yang telah ditetapkan.
6.    Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan dasar-dasar seni yang baik.

Kritik sastra juga dibagi berdasarkan tipe sejarah sastra dan kritik sastra, yaitu sebagai berikut:
1. Impressionistic
2. Kesejarahan
3. Textual
4. Formal
5. Yudisial
6. Analitik
7. Moral
8. Mistik
kritik sastra pun menghendaki adanya ketiga aspek seperti yang sudah dikemukakan tegasnya, kritik sastra memiliki tiga aspek pula, yaitu:
1. Aspek kesejarahan
2. Aspek rekreasi
3. Aspek kadar artistik dan suatu karya sastra.


B.  Kedudukan dan Fungsi Kritik sastra

Fungsi atau kegunaan kritik sastra itu adalah sebagai berikut:
1. Untuk pembinaan dan pengembangan sastra
Fungsi utama kritik sastra adalah memelihara, menyelamatkan serta mengembangkanpengalaman manusiawi yang berwujud sebagai karya seni yang bernama sastra. Fungsi ini jauh lebih penting dari hanya membuat kategori-kategori yang biasa dilakukan, meskipun kategori-kategori itu juga berfaedah.
2. Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni
Kritik sastra berfungsi pula untuk membina tradisi kebudayaan, membentuk suatu tempat berpijak cita rasa yang benar, melatih kesadaran, dan secara sadar pula mengarahkan pembaca kepada oembinaan pengertian tentang makna dan nilai kehidupan.
3. Untuk menunjang ilmu sastra
Kritik sastra berguna pula untuk pembinaan dan pengembangan ilmu sastra. Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, teknik pencitraan, dan sebagainya.

BAB II
UKURAN DALAM KRITIK SASTRA
A.  Ukuran atau Sasaran Kritik
Kritik sastra tidak hanya berupa penikmatan, tetapi juga berupa penilaian, berupa penghakiman. Dalam hal itu, amat diperlukan adanya rambu-rambu adanya prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pegangan. Tentu saja prinsip-prinsip itu harus dinamis, bukan prinsip yang berlaku sepanjang zaman, karena sistem nilai itu juga sering berubah menurut waktu dan tempat.
Kritik sastra dengan ukuran dan prinsip-prinsip yang baik, mampu menunjukan nilai suatu karya sastra tersebut, serta mampu meniadakan persoalan yang rumit dan sulit yang terdapat dalam suatu karya sastra. Sehingga memungkinkan suatu karya sastra yang pada mulanya dianggap tidak bernilai, bisa mendapat sambutan yang ramah.
Dalam ukuran karya sastra ada yang disebut semacam ukuran perorangan, yang terbatas pada kesengan pembaca sendiri setelah membaca karya sastra tersebut. Selain itu, ada ukuran penilaian, yaitu ukuran yang mudah dipahami. Bila penilaian suatu karya sastra berdasarkan penilaian kesenangan dan kemudahan memahami, tema cerita yang berada diluar pengetahuan dan pengalaman, dan berdasarkan kepada tema cerita yang sudah dikenal maka penilaian semacam itu dapat di golongkan kepada jenis kritik yang mengikuti teori pragmatis atau teori efektif. Yaitu teori yang berdasarkan pada kesenangan dan kemudahan.
ALIRAN BARU dalam kritik (new criticism) sastra merupakan pendekatan kritik sastra yang menitikberatkan anlisisnya pada segi intrinsik suatu karya sastra dengan mengabaikan segi ekstrinsik. Dalam hal ini para pengeritik meletakkan tumpuan perjatian pada masalah isi dan bentuk karya sastra. Aliran baru ini dinamakan aliran struktural. Yang dikembangkan oleh pengeritik-pengeritik amerika yaitu Jhon Crowe Ransom, dll.
Yang dikaji oleh penganut aliran baru ini adalah segi-segi yang membangun karya sastra, apa yang hanya terdapat di dalam karya sastra, tidak mempersoalkan masalah segi sosial masyarakat, malahan juga tidak diperhatikan siapa yang mengarangnya juga sejarah kelahirannya.
ALIRAN STRUKTURAL muncul. Hal ini terjadi setelah aliran baru luntur. Aliran yang muncul itu bermacam-macam. Kritik sastra mulai membaurkan beberapa macam pendekatan ilmu bahasa dengan ilmu sastra. Aliran strukturalis ini berkembang pesat di Eropah. Aliran ini mendapat kritikan dari aliran kritik marxis. Menurut mereka sastra sastra sebagai unsur supra-struktur masyarakat ditentukan oleh basis ekonomi. Oleh sebab itu, kenyataan ekonomi dan sosial harus di jadikan tolak ukur dalam melakukan kritik sastra.
KECENDERUNGAN BARU dalam kritik sastra muncul, strukturalis mendapat kecaman dari sana sini. Orang mulai mempertimbangkan aspek pembaca, yaitu aspek penerimaan karya sastra yang dilakukan oleh pembaca diperhatikan. Akhirnya dalam pendekatan yang terbaru di usahakan untuk menggabungkan keeempat dimensi sastra, yaitu: objektif, mimetis, ekspresif, dan reseptif .
Bila diperhatikan berbagai karya kritik atau tulisan-tulisan tentang kritik sastra di indonesia mungkin kita dapat mengklarifikasikan beberapa kelompok:
1.    Mereka yang menolak ukuran-ukuran kritik yang muncul dari barat, tetapi ia sendiri belum memiliki pola atau ukuran sendiri.
2.    Mereka yang menggunakan ukuran kritik sastra dari barat.

3.    Mereka yang memakai ukuran barat yang dianggap relevan dengan menggabungkannya dengan ukuran sendiri yang di bentuk dengan pengetahuan teoritis dari pengetahuan  barat.
Posting Lama ►
 
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Copyright 2013 INDAHNYA DALAM BERBAGI.. Template by CB Blogger Template. Powered by Blogger