Friday, October 31, 2014

BAB HAAL ilmu nahwu

Posted by faisal. Category:



BAB HAAL
Pengertian haal
اَلْحَالُ هُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ, اَلْمُفَسِّرُ لِمَا اِنْبَهَمَ مِنْ اَلْهَيْئَاتِ اِما من الفاعل, نَحْو  "جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا"
Haal adalah isim manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar. Adakalanya menjelaskan keadaan fa’il, contoh
 جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا
Lafadz رَاكِبًا sebagai haal dari lafadz زَيْدٌ, sedangkan lafadz زَيْدٌ sebagai sohibul haaalnya.

Macam-macam haal
1. Isim dhohir
2. Syibhul jumlah
3. Jumlah ismiyyah/jumlah fi’liyah
Syarat-syarat haal
1. Haal itu terbentuk dari isim nakiroh, jika ada haal dari lafadz ma’rifat, maka harus di takwilkan dengan  lafadz nakiroh, contoh
جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ  lafadz وَحْدَهُ berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafadznya menunjukan bentuk ma’rifat, tapi maknanya di takwilkan nakiroh. Bentuk lengkapnya جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا
2. Haal terbentuk sesudah sempurna kalamnya.
3. Sohibul haal harus dari bentuk isim ma’rifat, dalam bentuk nakiroh bila ada hal-hal yang membolehkanya, yaitu: hendaknya nakirah di takhshih oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakiroh terletak sesudah naïf. Contoh haal mendahului nakiroh في الدر جالسا رجل
4.  Menjelaskan keadaan atau tingkah.

 Kondisi-kondisi yang Berkaiatan dengan Haal
a.       kondisi ‘amil
Kondisi ‘amil yang menashabkan Haal adakalanya berupa fi’il mutashorrif contoh : جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا (zaid telah datang seraya berkendaraan) atau isim sifat yang keluar dari fi’il mutashorrif (Fiil yang bisa ditashrif) seperti halnya isim fa’il atau isim maf’ul atau sifat musyabbihah (cabang dari fi’il mutashorrif)
contoh :
Isim Fa’il : زَيْدٌ جَا لِسٌ بَا كِياً (Zaid orang yang duduk seraya menangis)
Lafadz  جَا لِسٌ menjadi ‘amilnya  بَا كِيًا dikarenakan lafadz  جَا لِسٌ cabang dari fi’il mutashorrif  جَلَسَ
Isim Maf’ul : زَيْدٌ مَضْرُوبٌ مُجَرَّدًا .(zaid orang yang dipukul)
Lafadz  مَضْرُوبٌ menjadi ‘amilnya مُجَرَّدًا   yang memposisikan cabang atau pengganti ضَرَبَ
atau berupa af’al tafdhil yaitu isim yang mempunyai makna lebih.
contoh : زَيْدٌ اِنْفَعُ القَوْمِ مَعْلُماً. (zaid memberi manfa’at kepada kaum yang alim)

b.      kondisi Sohibuhibul Haal
adapun shohibul haal itu harus ma’rifat dan kadang nakiroh kalau shohibul tidak di akhirkan dan tidak di tahksih atau tidak jatuh sesudahnya naïf dan serupanya nafi, maka kalau shohibul haal diakhirkan atau di tahshikh dengan sifat atau dhorof atau jatuh sesudah nafi dan serupanya nafi maka shohibul haal boleh berupa nakiroh, contoh فيها قائما رجل
Shoibul Haal berupa isim ma’ritfat, sama saja berupa isim dlohir atau ism dlomir, maka dari itu jika Shohibul Haal berupa nakiroh maka harus ada musawwighnya (sesuatu yang memperbolehkan Shohibul Haal berupa nakiroh) diantara  musawwigh Shohibul Haal adalah :
1)      Hal didahulukan dan Shohibul Haal diakhirkan yang dikarenakan berupa jar majrur atau dlorof.
Contoh :
 فِي الدَّارِ قَائِماً رَجُلٌ (Di rumah terdapat seorang laki-laki sedang berdiri)
Lafadz رَجُلٌ menjadi Shohibul Haal قَائِماً dikarenakan susunan kalamnya berupa jar majrur.
عِنْدَكَ قَئِماً رَجُلٌ (Di sisimu terdapat seorang laki-laki sedang berdiri)
Lafadz رَجُلٌ menjadi Shohibul Haal قَائِماً dikarenakan susunan kalamnya berupa dhorof.
2) Shohibul Haal ditakhshish dengan sifat, ada kalanya ditakhshish dengan idlofah.
 contoh : فِيْهَا يَفْرَقُ كُلّ امرٍ حَكِيْمٍ امرًا مِنْ عِنْدَ ناَ  Lafadz كُلّ امرٍ menjadi shohibul haal lafadz امرًا karena adanya sifat lafadz حَكِيْمٍ
Dan ada kalanya ditakhshish dengan Idhofah,
contoh : فِي اَرْبَعَةِ اَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّا ئِلِيْنَ (dalam empat masa (Penjelasan sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya
Dan ada kalanya ditakhshish dengan ma’mulnya,
contoh : اَجِبْتُ مِنْ ضَرْبٍ اَخُوْكَ شَدِيْدًا (saya membalas dari pukulan saudaramu yang sangat keras)
Lafadz ضَرْبٍ menjadi Shohibul Haal lafadz شَدِيْدًا dikarenakan adanya ma’mul yang menentukannya yaitu lafadz اَخُوْكَ yang menjadi fa’ilnya masdar (ضَرْبٍ).

3) Shohibul Haal jatuh setelah nafi atau Syibh nafi (nahi atau istifham)
Contoh :
Shohibul Haal yang jatuh setelah nafi : مَا جَاءَ رَجُلٌ رَ كِيبًا (tidak ada laki-laki satu datang seraya berkendaraan)
Lafadz مَا menjadi nafi, lafadz جَاءَ menjadi ‘amil, lafadz رَجُلٌ menjadi shohibul haal, lafadz رَ كِيبًا manjadi haal.
    Shohibul Haal yang jatuh setelah Syibh nafi
Nahi : لاَ تَضْرِبْ رَجُلاً قَائِمًا (kamu tidak memukul seorang laki-laki yang berdiri)
Lafadz menjadi nahi, lafadz
Istifham :  هَلْ جَاءَ رَجُلٌ رَكِيبًا (apakah datang laki-laki seraya berkendaraan)


c. kondisi Haal
  Haal berupa mutanaqqil lagi musytaq, artinya haal tersebut tidak tetap pada suatu sifat bahkan bisa berubah.
Contoh : جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا (zaid datang seraya berkendaraan).
Terkadang Haal juga banyak terjadi dari isim jamid, jika berupa isim jamid, maka harus ditakwili dengan isim Musytaq, yaitu terdapat pada:
1)      isim yang menunjukkan arti harga
contoh : بِعْهُ مُدّاً بِدِرْهَمٍ (juallah makanan itu satu dirham permudnya)
2)      isim yang menunjukkan arti tafa’ul (interaksi)
contoh : بِعْتُهُ يَدًّا بِيَدٍّ (aku telah menjual barang secara serah terima)
3)      isim yang menunjukkan tasybih (perumpamaan)
contoh : كِرَّ زَيْدٌ اَسَدً(zaid telah maju menyerang bagaikan singa)
4)      isim yang menunjukkan arti tertib,[2]
contoh : اُدْخُلُوْا رَجُلاً (beberapa laki-laki seraya masuk)

Aplikasi teori
1. جاء زيدٌ منفردًا اٍلى بيته
2. لَقِيتُ عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا
3. في الدر جالسًا رجلٌ
4. رآيت الهلالَ بينَ السحابِ
no صاحب الحل الحال الاعرب
1 زيدٌ منفردًا منصوب بالفتحة
2 عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا منصوب بالفتحة
3 رجلٌ جالسًا منصوب بالفتحة
4 الهلالَ بينَ السحابِ منصوب بالفتحة

0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
Ping your blog, website, or RSS feed for Free