Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf
falsafi, disebut juga denga tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional sebagai penggagasnya. Berbeda
dengan tasawuf salafi (akhlaqi), tasawuf filosofi menggunakan terminologi
filosofis dalam pengungkapannya.[1]
Selama
abad kelima hijriah, aliran tasawuf salafi (akhlaqi) terus
tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, aliran tasawuf falsafi ini mulai tenggelam
dan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga
filosof. Tenggelamnya aliran ini adalah imbas dari kejayaan teologi Ahlussunnah
Wal Jama’ah di atas aliran-aliran lain.
Sejak
abad keenam hijriah
muncul sekelompok tokoh tasawuf yang
memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori
mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, disebut murn tasawuf bukan,
disebut murni filsafat juga bukan. Di antara mereka yaitu Syukhrawardi
Al-Maqtul (meninggal tahun 549 H), penyusun kitab Hikmah Al-Insyraqiyah, Syekh
Akbar Muhyidin Ibnu Arabi (meninggal pada Tahun 638 H), dan lain-lain. Mereka
banyak menimba berbagai sumber dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan
khususnya Neo-Platonisme. Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai
jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi
tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar bagi para sufi mutakhir.
Dengan
munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf
yang mula-mula berkembang , yakni tasawuf akhlaqi. Kemudian, tasawuf akhlaqi
ini didentik dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan tasawuf
sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memegari tasawufnya
dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian terbagi menjadi dua, yaitu sunni
yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak , dan tasawuf falsafi, yakni
aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapan-ungkapan
ganjilnya (syathahiyat) dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya.
Ungkapan-ungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan yang fana menuju
pernyataan tentang terjadinya penyatuan ataupun hulul.
Tokoh-tokoh
yang terkenal dalam tasawuf falsafi antara lain, yaitu Ibn Masarrah (dari
Cordova, Andalusia, wafat tahun391 H), Syukhrawardi (dari Persia, wafat dibunuh
di Aleppo tahun 587 H), dan Ibn Arabi (sufi Andalusia, wafat di Damaskus tahun
638 H). bila tasawuf sunni memperoleh bentuk final pada pengajaran Al-Ghazali,
maka tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi.
Dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik dalam lapangan keislaman mapun dalam
lapangan filsafat, ia berhasil membuat karya tulis yang luar biasa banyaknya
(di antaranya, Futuhat Al-Makkiyah dan Fushush Al-Hikam). Hampir semua praktik,
pengajaran, dan ide-ide yang berkembang dikalangan sufi diliputinya dengan
penjelasan-penjelasan memadai. Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan
wujud (Wahdah Al-Wujud).
0 komentar:
Post a Comment