Istisna’ yaitu
mengecualikan perkara dengan menggunakan
الاّ
atau salah satu ahwatnya, yang seandainya tidak ada الاّperkara
itu masukpada hukum yang ada pada kalam, contoh :
اِلاَّزَيْدًا
القَوْمُ قَامَ (semua kaum berdiri kecuali Zaid) [1]
Istisna’ menurut istilah ialah
mengeluarkan lafadz setelah adat istisna’ (yakni alat yang digunakan untuk
istisna’) dari ketetapan hokum sebelumnya.
Contoh : اِلاَّعَلِيَّا التَّلاَمِيْدُ جَاءَ “telah datang murid-murid itu, kecuali Ali”
Keterangan : Pada contoh diatas lafadz جاء sebagai mahkum bih (yang menghukum atau
hukum) sedangkan mahkum alainya atau yang dihukumi dating itu ditetapkan pada
lafadz التَّلاَمِيْدُ dan lafadz التَّلاَمِيْدُ disebut mustasna minhu sedang lafadz اِلاّ disebut adat al-istisnaa, dan lafadz عَلِيَّا disebut mustasna[2]
lafadz yang jatuh sebelumnya (mengeluarkan atau kecuali).
jatuh sebelumnya (isim yang di kecualikan).
hukum
oleh mustasna.
di
dahului nafi atau sibhun nafi (nahi : زَيْدٌحَدٌاِلاَاَّ لاَيَقٌْمْ , atau
sesudah istifham زَيْدٌحَدٌاِلاَاَّ
قَامَ هَلْ زَيْدٌ )
menunjukan arti tidak) atau yang menyerupai
nafi (nahi dan
istifham).
nafi.
Contoh : اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ قَامَ
( Semua kaum telah datang kecuali Khimar)
Di syaratkan adanya
mustasna munqoti itu bisa difaham dari mustasna minhu dengan lantaran,
walaupun secara ‘urf, seperti jika diucapkan اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ
جَاءَ maka kita bisa faham biasanya mereka datang dengan membawa
hewan seperti khimar dan lain-lain.5 Dengan demikian tidak boleh
jika diucapkan : النَمْلَةُ اِلاَّ القَومُ جَاءَ (semua kaum datang, kecuali
semut) Karena semut maknanya tidak bisa dikatakan dari kaum. [4]
(3) Adat
istana (lafd yang berfungsi untuk mengecualikan) itu ada 8 yaitu
(1) اِلاَّ (2)
غَيْرُ (3) سِوَى (4)
سُوَى
(5) سَوَاءٌ (6)
حَلاَ
(7) عَدَا (8)
حَا شَا
(4) Hukum Lafad yang Jatuh Sesudah اِلاَّ itu
ada 3 :
(b) Bila mustana tersebut mengkote naka wajib
dibaca nasob akan tetapi menurut ulama’
tamim adalah dijadikan badal contoh : اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ قَامَ مَا
(c) Lebih baik dibaca nasob karena istisna
dengan اِلاَّ yang menyebutkan mustasna minhu yang berada pada kalam tam manfi ( yang
terdapat rafi nahi atau istifham) contoh : اِلاَّزَيْدًا القَوْمُ قَامَ مَا
(a) Boleh dibaca nasob sebagai istisna atau
dibaca rofa sebagai badal (apabila mustsna tersebud berada dalam kalam tam
manfi dan yang menyerupainya) seperti
اِلاَّبَكْرًا القَوْمُ قَامَ , اِلاَّحِمَارًا
القَوْمُ قَامَ
Akan tetapi yang lebih baik di jadikan badal اِلاَّزَيْدٌ القَوْمُ قَامَ
(b) Boleh dijadikan badal
akan tetapi lebih baik dibaca nasob, karena istisna dengan اِلاَّ
yang mendahului mustasna minhu
begitu juga berada dalam kalam lam manfi
contoh القَوْمُ اِلاَّزَيْدًا
قَامَ مَا lafad zaidah
sebagai mustasna (yang dikecualikan) itu mendahului lafad القَوْمُ
sebagai mustasna minhu yang sunan asalnya adalah اِلاَّزَيْدًا القَوْمُ
قَامَ مَا
(3) (a) Mustasna dibaca
menurut kebutuhan amil baik dibaca rofa’, nasob jer dan اِلاَّ dimulghokan (tidak berlaku
apa-apa dan tidak bisa mempengaruhi mustasna
yang jatuh setelahnya) itu jika berada kalam nagos (susunan istisna yang
tidak menyebutkan mustasna minhu) contoh :
اِلاَّزَيْدٌ جَاءَ مَا . Zaidun dibaca rofa’ sebab menjadi failnya جَاءَ sedangkan اِلاَّ
tidak berfungsi apa-apa seperti yang dibaca nashob اِلاَّزَيْدًا مَارَاَيْتُ Zaidun dibaca nashob
sebab menjadi maf’ul bih.
(5) Hukumnya اِلاَّ disebutkan berulang-ulang
(dua atau tiga keatas dalam tarkib istisna)
(1) Adat istisna اِلاَّ yang diulang-ulang (disebutkan dua atau tiga keatas) dan
mengulangi menyebutkan اِلاَّ yang bermaksud untuk
mentaukhi اِلاَّ
yang pertama. Maka اِلاَّ
yang kedua keatas itu
hukumnya mulgho’ (tidak berfungsi apa-apa dan isim yang jatuh setelah اِلاَ yang kedua keatas dii’robi seperti i’robnya isim (mustasna)
yang jatuh setelah اِلاَّ
yang pertama tersebut berlaku secara mutlak yakni baik berada pada kalam
tam mujab, tam manfi kalam naqis, baik istisna’ muntashil, mungkote itu adalah
dua wajah :
a. Menjadi
badal, contoh :
أَحِيْكَ اِلاَّ مُحَمَّدٍ اِلاَّ اِحْتَرَامِ
نَضَرْتُ اَحَدٍ اِلَى نَضَرْتُ مَا
Lafad أَحِيْكَ menjadi badalnya isim (mustasna) ayang jatuh
setelah اِلاَّ yang pertama berupa lafad مُحَمَّدٍ dan contoh tersebut masuk pada istisna’
muntasil tam manfi (tidak didahului
nafi)
b. Menjadi atof, contoh :
عَلِيٌّ اِلاِّلِحٌ صَا اِلاَّ مُحَمَّدٌ اِلاَّ
يَوْمِيًّا المَكْتَبَةِ اِلَى هَبْ يَدْ لَمْ
Lafad sholikhun dan artinya menjadi ma’thufnya lafadz muhammadun
(diathofnya pada lafad مُحَمَّدٌ
yang dibaca rofa’, sebab menjadi fa’ilnya يَدْ هَبُ
) karena contoh tersebut termasuk kalam manfi atau sibhunnafi (yang didahului
nafi) maka اِلاَّ
tidak berlaku
apa-apa dan isim yang jatuh setelah اِلاَّ yang pertama (mustasna) dibaca menurut amilnya yang
berupa ذَهَبً
7
خَا لِدًا اِلاَّ اِلاَّبَكْرًا اِلاَّ عَمْرًا مُحَمَّدٌ
اِلاَّ قَامَ مَا , اِلاّ خَا لِدًا
عَمْرٌ اِلاَّبَكْرًا اِلاَّ اِلاَّ مُحَمَّدً قَامَ مَا
اِلاَّبَكْرٌ اِلاَّ خَا لِدًا اِلاَّ
مُحَمَّدً اِلاّعَمْرًا مَا قَامَ, اِلاَّعَمْرً
اِلاَّ بَكْرًا اِلاَّخَالِدٌ اِلاَّ مُحَمَّدً قَامَ مَا
Lafad-lafad yang bergaris bawah tersebut itu
dii’robi menurut kebutuhan amil, yang salah satunya harus dii’robi menurut amil
yang jatuh sebelum اِلاَّ yang pertama,
sedangkan yang lainnya wajib dibaca nashob dengan syarat 8
لِحِيْنَ الَصَا لاَّ الدُّعَاةَ اِلاَّ يْنَ
هِدِالْمُجَا اِلاَّ اِخْتَرِمَ لَمْ
(saya tidak menghormati kecuali pejuang kecuali
da’i dan kecuali para solihin).
اِلاَّعَلِيًّا اِلاَّبَكْرًالِدًا خَااِلاَّ
القَوْمُ قَامَ
Contoh :
اِلاَّعَلِيًّااِلاَّغَالِدًا
اِلاَّبَكْرٌ/بَكْرًا
Sedang yang lain wajib dibaca nasob semuanya,
adapun hokum mustasna-mustasna tersebut
itu seperti hukum mustasna yang pertama dalam arti masuk dan
keluarnya :
Catatan : Mustasna yang bisa dijadikan badal dan bisa dibaca nasob yang
berada pada kalam tam manti tersebut itu boleh yang pertama,kedua,ketiga,atau
yang ke empat yang seterusnya. 9
(6) Hukum mustasna selain اِلاَّ
1.
Lafad yang jatuh setelah سِوَىً غَيْرُ , سُوًى dan
سَوَاءٌ itu harus
dibaca jer menjadi mudhof ileh
secara mutlak (baik pada kalam tam mujab, ta manfi, kalam naqis ataupun pada
istisna’ muttasil ataupun munfasil/mungqote, sedang غَيْرُ , سوىً dan سَوَاءٌ itu
dii’robi seperti i’robnya mustasna dengan اِلاَّ adakalanya :
a. wajib dibaca nasob bila berada pada kalam
tam mujab contoh :
زَيْدٍ سَوَاءَ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ القَوْمُ
قَامَ
b. wajib di baca nasob (menurut pendapat
mayoritas ulama nahwu) bila pada istisna’ mungkote: اللهِ
عَبْدِ سَوَاءَ / سُوَى /سِوَى /غَيْرَ اْلأَسَرَةَ رَاَيْتُ
(saya lewat melihat maling kecuali Abdillah)
Dan boleh dijadikan badal (menurut ibnu tamim)
contoh :
أَسَدِ سَوَاءِ /سُوَى /سِوَى /غَيْرِ بِقَوْمٍ
مَرَرْتُ مَا
c. lebih baik dijadikan badal dari pada di baca
nasob bila berada pada kalam tam manfi yang berada pada istisna muttasil
contoh :10 اللهِ عَبْدِ سَوَاءٌ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ
القَوْم قَامَ مَا
d. di I’robi menurut kebutuhan amil yang
sebelumnya jika berada pada kalam naqis .
(di baca rofa’) زَيْدٍ سَوَاءُ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ الفَصْلِ فِى قَامَ مَا
(di baca nasob) زَيْدٍ سَوَاءَ /سُوَى /سِوَى /
غَيْرَ ضَرَبْتُ مَا
(di baca jer) بِسِوَائِكَ / بِسُوَى /بِسِوَى /بِغَيْرِ ضَرَبْتُ مَا
Hukum lafad yang jatuh setelah خَاسَا ,
عَدَا , خَلاَ ,
لَيْسَ dan
يَكُوْنُ لاَ itu semuannya harus di baca nasob yakni :11
A.) Mustasna (lafad) yang jatuh setelah خَلاَ
dan عَدَا
harus dibaca nasab (menjadi maf’ul bih) contoh : عَدَا
القَوْمُ قَامَ / زَيْدًا خَلاَ
B.) Mustasna (lafad) yang jatuh setelah عَدَا dan خَلاَ
yang didahului مَصْرَرِيَّةْ مَا (menjadi عَدَا مَا dan
خَلاَ مَا ) maka wajib dibaca nasab contoh :
طِمَةَ فَا عَدَا مَا الغِلْمِيَّةِ قَسَّةِ
المُنَا هَذِهِ فِى تُ لِبَاالطَّا حَضَرَتِ
(pelajar-pelajar putrid hadir dalam diskusi
ilmiyah ini selain Fatimah) طِمَةَ فَا خَلاَ مَا
Jika mustasna dibaca nasab maka خَلاَ dan
عَدَا itu adalah fi’il madhi yang muta’adi
maf’ul satu sedang fi’ilnya tersimpan.
C.) Mustasna (lafad) yang jatuh selain عَدَا`dan خَلاَ
itu selain dibaca nasab ( sebagai
maf’ulnya) juga bisa dibaca jer (sebagai majrurnya contoh : زَيْدٍ عَدَا /
خَلاَ القَوْمُ قَامَ
D.) Kadang-kadang ada juga mustasna yang jatuh
setelah خَلاَ dan عَدَا yang didahului مَا
Menjadi (عَدَا مَا dan خَلاَ مَا
) itu dibaca jer dengan menjadikan مَا
yang jatuh sebelumnya tersebut sebagai زَئِدَا
مَا ( مَا tambahan)
Contoh: زَيْدٍ خَلاَ مَا / زَيْدٍ عَدَا مَا القَوْمُ قَامَ
Jika mustasna yang jatuh setelah عَدَا
dan خَلاَ tersebut dibaca jer, maka عَدَا dan خَلاَ
itu keduanya adalah termasuk huruf jer.12
F.) Lafad خَاسَا itu bisa dibaca شَاخَا
dan حَاشَا
itu semua seperti hukumnya lafad خَلاَ
yakni:
contoh :
زَيْدٍ شَا خَا القَوْمُ قَامَ
Contoh
lainya :
عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمْ قَالَ:اُسَامَةُ اَحَبُّ النَّاسِ اِلَيَّ
مَاحَا شَا فَاطِمَةَ (Diriwayatkan dari sahabat ibnu Umar RA. Bahwasanya
Rosullah SAW. berkata : “Usamalah itu adalah orang yang paling aku cintai
selain Fatimah”.15
(7) Sibhul Istisna’
Sibhul
istisna (yang serupa sengan istisna) itu ada 2 yaitu : لاَسِيَّمَا danبِيْرَ lafad لاَسِيَّمَا susunan aslinya dari “ سِيَّ “ yang bermakna مِثْلُ
(misalnya) dan tasniahnya berupaسِيَّانِ adapun لاَ tersebut adalah لاَ linafyil jinsi.
Lafad لاَسِيَّمَا
itu digunakan untuk menjelaskan lafad setelahnya (mustasna) dan lafad yang sebelumnya seperti ucapan : اِجْتَهَدَ التَّلاَمِيْدُ وَلاَسِيَّمَا خَالِدٍ
(Murid-mirid bersunguh-sunguh apalagi
kholid).
Lafad yang jatuh setelah لاَسِيَّمَا itu
ada dua wajah yakni :(1) berupa nakiro (2)berupa ma’rifat, adapun bila berupa
nakiroh maka boleh wajah 3 yaitu :
A. Dibaca rofa’ contoh : كُلُّ مُجْتَهِدٍ
يُحَبُّ وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدٌ مِثْلُكَ
Rofa’nya lafad تِلْمِيْدٌ itu menjadi khobarnya
mubtadak yang dibuang yang ditakdirkan هُوَ dan adapun مَا nya لاَسِيَّمَا itu مَا
mausul yang mahal jer yang dimudhofkan pada lafad سِيَّ dan jumlah ismiahnya (mubtada’ khobar) yang
berupa تِلْمِيْدٌ هُوَ itu menjadi silahnya isim mausul مَا takdirnya
كُلِّ تِلْمِيْدٌ يُحِبُّ
كُلُّ مُجْتَهِدٍ لاَ مَثَلَ مُحَبَّةٍ الَذِى هُوَ تِلْمِيْدٌ مِثْلُكَ لأَِنَّكَ
مُفَضَّلٌ عَلَى
(Semua murid disenangi apalagi murid-murid
sepertimu karena kamu itu lebih utama dari pada murid-murid yang lain).
B. Dibaca nasob seperti contoh : كُلُّ مُجْتَهِدٍ
يُحَبُّ وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدًا مِثْلُكَ
(setiap
orang yang giat itu disenangi apalagi murid yang sepertimu).
Lafad تِلْمِيْدٌ dibaca nasob karena menjadi tamyiznya lafad سِيَّ
dan مَا tersebut berlaku ( زائدة مَا ) tambahan .
C. Bila
dibaca jer seperti contoh : كُلُّ مُجْتَهِدٍ يُحَبُّ
وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدٍ مِثْلِكَ
Lafad تِلْمِيْدِ dibaca jerk arena di rofaknya pada lafad “
سِيِّ “ adapun
مَا
diatas berlaku sebagai مَا
tambahan ( زائدة مَا ) dan kebanyakan itu dibaca jer, karena
dibaca jer itu sudah mashur (lebih utama).
Adapun lafad yang jatuh setelah لاَسِيَّمَا itu berupa ma’rifad maka boleh wajah 2 yaitu
:
Terkadang itumempunyai arti yang khusus diantaranya
adalah
1. Setelah لاَسِيَّمَا itu
keadaan mufrod. Contoh: اُخِبُّ
اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا مُنْفَرِرًا
(Saya senang muthola’ah (belajar) apalagi
sendirian)
2. Setelah لاَسِيَّمَا itu berupa jumlah. Contoh :
اُخِبُّ اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا اَنَا
مُنْفَرِرٌ
(Saya senang muthola’ah apalagi saya sendirian)
3. Setelah لاَسِيَّمَا itu berupa jumlah sartiyah yang jatuh pada tempatnya hal
Contoh
: اُخِبُّ اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا
اِنْ كُنْتَ مُنْفَرِدًا
Adapun lafad بيد itu adalah
isim lazim yang untuk menasobkan pada istisna’ dan tidak akan terjadi kecuali
pada istisna munkhote yaitu wajib memudhofkan pada masdar mu’awwal dengan
menasobkan isimnya dan merofa’kan khobarnya contoh :
اِنَّهُ لَكَثِيْرُ الْمَالِ , بِيْدَ اَنَّهُ
بَخِيْلٌ
إسميا
خبريا
Dalam hadis :
اَنَا اَفْصَحُ مِنْ نَطَقَ بِا لضَّادِ بِيْدَ
اَنِّى مِنْ قُرَيْشٍ وَاسْتُرْ ضِعْتُ فِى بَنِى سَعِيْدِ بْنِ بِكْرٍ
0 komentar:
Post a Comment