Wednesday, October 29, 2014

Makalah Nahwu Bab Istisna

Posted by faisal. Category:

Istisna’ yaitu mengecualikan perkara dengan menggunakan   الاّ  atau salah satu ahwatnya, yang seandainya tidak ada  الاّperkara itu masukpada hukum yang ada pada kalam, contoh :
اِلاَّزَيْدًا القَوْمُ قَامَ  (semua kaum berdiri kecuali Zaid) [1]
            Istisna’ menurut istilah ialah mengeluarkan lafadz setelah adat istisna’ (yakni alat yang digunakan untuk istisna’) dari ketetapan hokum sebelumnya.
Contoh : اِلاَّعَلِيَّا التَّلاَمِيْدُ جَاءَ  “telah datang murid-murid itu, kecuali Ali”
Keterangan : Pada contoh diatas lafadz  جاء  sebagai mahkum bih (yang menghukum atau hukum) sedangkan mahkum alainya atau yang dihukumi dating itu ditetapkan pada lafadz التَّلاَمِيْدُ dan lafadz  التَّلاَمِيْدُ  disebut mustasna minhu sedang lafadz  اِلاّ  disebut adat al-istisnaa, dan lafadz  عَلِيَّا  disebut mustasna[2]

                                                 lafadz yang jatuh sebelumnya (mengeluarkan atau kecuali).
                                              jatuh sebelumnya (isim yang di kecualikan).
                                              hukum oleh mustasna.
                                             di dahului nafi atau sibhun nafi (nahi : زَيْدٌحَدٌاِلاَاَّ لاَيَقٌْمْ , atau
                                             sesudah istifham زَيْدٌحَدٌاِلاَاَّ قَامَ هَلْ زَيْدٌ )
                                             menunjukan arti tidak) atau yang menyerupai nafi (nahi dan
                                             istifham).
                                             nafi.
                                             Contoh :     اِلاَّزَيْدًا القَوْمُ قَامَ  [3]
                                             Contoh :  اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ قَامَ
                                                 ( Semua kaum telah datang kecuali Khimar)
      Di syaratkan  adanya  mustasna munqoti itu bisa difaham dari mustasna minhu dengan lantaran, walaupun secara ‘urf, seperti jika diucapkan      اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ جَاءَ maka kita bisa faham biasanya mereka datang dengan membawa hewan seperti khimar dan lain-lain.5 Dengan demikian tidak boleh jika diucapkan : النَمْلَةُ اِلاَّ القَومُ جَاءَ (semua kaum datang, kecuali semut) Karena semut maknanya tidak bisa dikatakan dari kaum. [4]

(3) Adat  istana (lafd yang berfungsi untuk mengecualikan) itu ada 8 yaitu
       (1)   اِلاَّ     (2)   غَيْرُ      (3) سِوَى      (4)   سُوَى     (5) سَوَاءٌ     (6)  حَلاَ      (7)  عَدَا     (8)  حَا شَا                      

(4) Hukum Lafad yang Jatuh Sesudah   اِلاَّ   itu ada 3 :

(b) Bila mustana tersebut mengkote naka wajib dibaca nasob akan tetapi menurut  ulama’ tamim adalah dijadikan badal contoh :  اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ قَامَ مَا         
(c) Lebih baik dibaca nasob karena istisna dengan  اِلاَّ  yang menyebutkan mustasna  minhu yang berada pada kalam tam manfi ( yang terdapat rafi nahi atau istifham) contoh : اِلاَّزَيْدًا  القَوْمُ قَامَ مَا         
(a) Boleh dibaca nasob sebagai istisna atau dibaca rofa sebagai badal (apabila mustsna tersebud berada dalam kalam tam manfi dan yang menyerupainya) seperti
 اِلاَّبَكْرًا  القَوْمُ قَامَ   , اِلاَّحِمَارًا القَوْمُ قَامَ   
Akan tetapi yang lebih  baik di jadikan badal        اِلاَّزَيْدٌ القَوْمُ قَامَ       
(b) Boleh dijadikan badal akan tetapi lebih baik dibaca nasob, karena istisna                      dengan  اِلاَّ  yang mendahului  mustasna minhu begitu juga berada dalam kalam lam manfi  contoh    القَوْمُ اِلاَّزَيْدًا قَامَ مَا           lafad zaidah sebagai mustasna (yang dikecualikan) itu mendahului lafad    القَوْمُ   sebagai mustasna minhu yang sunan asalnya adalah     اِلاَّزَيْدًا القَوْمُ قَامَ مَا
(3) (a) Mustasna  dibaca  menurut kebutuhan amil baik dibaca rofa’, nasob jer dan اِلاَّ dimulghokan (tidak berlaku apa-apa dan tidak bisa mempengaruhi mustasna    yang jatuh setelahnya) itu jika berada kalam nagos (susunan istisna yang tidak menyebutkan mustasna minhu) contoh :  اِلاَّزَيْدٌ جَاءَ مَا . Zaidun dibaca rofa’ sebab menjadi failnya   جَاءَ  sedangkan  اِلاَّ  tidak berfungsi apa-apa seperti yang dibaca nashob      اِلاَّزَيْدًا مَارَاَيْتُ     Zaidun dibaca nashob sebab menjadi maf’ul bih.

(5) Hukumnya اِلاَّ  disebutkan berulang-ulang (dua atau tiga keatas dalam tarkib istisna)
      (1) Adat istisna اِلاَّ yang diulang-ulang (disebutkan dua atau tiga keatas) dan mengulangi menyebutkan اِلاَّ yang bermaksud untuk mentaukhi اِلاَّ  yang pertama. Maka اِلاَّ yang kedua keatas itu hukumnya mulgho’ (tidak berfungsi apa-apa dan isim yang jatuh setelah اِلاَ yang kedua keatas dii’robi seperti i’robnya isim (mustasna) yang jatuh setelah  اِلاَّ  yang pertama tersebut berlaku secara mutlak yakni baik berada pada kalam tam mujab, tam manfi kalam naqis, baik istisna’ muntashil, mungkote itu adalah dua wajah :  
    a. Menjadi badal, contoh :
أَحِيْكَ اِلاَّ مُحَمَّدٍ اِلاَّ اِحْتَرَامِ نَضَرْتُ اَحَدٍ اِلَى نَضَرْتُ مَا
    Lafad  أَحِيْكَ  menjadi badalnya isim (mustasna) ayang jatuh setelah اِلاَّ yang  pertama berupa lafad  مُحَمَّدٍ  dan contoh tersebut masuk pada istisna’ muntasil tam  manfi (tidak didahului nafi)
            b. Menjadi atof, contoh :
عَلِيٌّ اِلاِّلِحٌ صَا اِلاَّ مُحَمَّدٌ اِلاَّ يَوْمِيًّا المَكْتَبَةِ اِلَى هَبْ يَدْ لَمْ
                Lafad sholikhun dan artinya menjadi ma’thufnya lafadz muhammadun (diathofnya pada lafad  مُحَمَّدٌ  yang dibaca rofa’, sebab menjadi fa’ilnya  يَدْ هَبُ ) karena contoh tersebut termasuk kalam manfi atau sibhunnafi (yang didahului nafi) maka  اِلاَّ            tidak berlaku apa-apa dan isim yang jatuh setelah اِلاَّ yang pertama (mustasna) dibaca menurut amilnya yang berupa    ذَهَبً  7
خَا لِدًا اِلاَّ اِلاَّبَكْرًا اِلاَّ عَمْرًا مُحَمَّدٌ اِلاَّ قَامَ مَا , اِلاّ خَا لِدًا  عَمْرٌ اِلاَّبَكْرًا اِلاَّ اِلاَّ مُحَمَّدً قَامَ مَا
اِلاَّبَكْرٌ اِلاَّ خَا لِدًا اِلاَّ مُحَمَّدً اِلاّعَمْرًا مَا قَامَ, اِلاَّعَمْرً اِلاَّ بَكْرًا اِلاَّخَالِدٌ اِلاَّ مُحَمَّدً قَامَ مَا
Lafad-lafad yang bergaris bawah tersebut itu dii’robi menurut kebutuhan amil, yang salah satunya harus dii’robi menurut amil yang jatuh sebelum اِلاَّ yang pertama, sedangkan yang lainnya wajib dibaca nashob dengan syarat 8
لِحِيْنَ الَصَا لاَّ الدُّعَاةَ اِلاَّ يْنَ هِدِالْمُجَا اِلاَّ اِخْتَرِمَ لَمْ
(saya tidak menghormati kecuali pejuang kecuali da’i dan kecuali para solihin).
اِلاَّعَلِيًّا اِلاَّبَكْرًالِدًا خَااِلاَّ القَوْمُ قَامَ
Contoh :    اِلاَّعَلِيًّااِلاَّغَالِدًا اِلاَّبَكْرٌ/بَكْرًا                                       
Sedang yang lain wajib dibaca nasob semuanya, adapun hokum mustasna-mustasna  tersebut itu seperti hukum mustasna yang pertama dalam arti masuk dan keluarnya :

        Catatan : Mustasna yang bisa dijadikan badal dan bisa dibaca nasob yang berada pada kalam tam manti tersebut itu boleh yang pertama,kedua,ketiga,atau yang ke empat yang seterusnya.  9

(6) Hukum mustasna selain   اِلاَّ    
      1. Lafad yang jatuh setelah سِوَىً غَيْرُ   ,  سُوًى  dan سَوَاءٌ itu harus  dibaca  jer menjadi mudhof ileh secara mutlak (baik pada kalam tam mujab, ta manfi, kalam naqis ataupun pada istisna’ muttasil ataupun munfasil/mungqote, sedang غَيْرُ       , سوىً  dan  سَوَاءٌ  itu dii’robi seperti i’robnya mustasna dengan اِلاَّ  adakalanya :
a. wajib dibaca nasob bila berada pada kalam tam mujab contoh :
زَيْدٍ سَوَاءَ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ القَوْمُ قَامَ   
b. wajib di baca nasob (menurut pendapat mayoritas ulama nahwu) bila pada istisna’ mungkote: اللهِ عَبْدِ سَوَاءَ / سُوَى /سِوَى /غَيْرَ اْلأَسَرَةَ رَاَيْتُ  
(saya lewat melihat maling kecuali Abdillah)
Dan boleh dijadikan badal (menurut ibnu tamim) contoh :
أَسَدِ سَوَاءِ /سُوَى /سِوَى /غَيْرِ بِقَوْمٍ مَرَرْتُ مَا 
c. lebih baik dijadikan badal dari pada di baca nasob bila berada pada kalam tam manfi yang berada pada istisna muttasil
contoh :10   اللهِ عَبْدِ سَوَاءٌ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ القَوْم قَامَ مَا
d. di I’robi menurut kebutuhan amil yang sebelumnya jika berada pada kalam naqis .
               (di baca rofa’) زَيْدٍ سَوَاءُ /سُوَى /سِوَى /غَيْرُ الفَصْلِ فِى قَامَ  مَا                                                                                               
               (di baca nasob) زَيْدٍ سَوَاءَ /سُوَى /سِوَى / غَيْرَ ضَرَبْتُ مَا                                                                                    
               (di baca jer) بِسِوَائِكَ / بِسُوَى /بِسِوَى /بِغَيْرِ ضَرَبْتُ مَا
Hukum lafad yang jatuh setelah  خَاسَا , عَدَا , خَلاَ , لَيْسَ         dan  يَكُوْنُ لاَ itu     semuannya harus di baca nasob yakni  :11
A.) Mustasna (lafad) yang jatuh setelah  خَلاَ dan  عَدَا harus dibaca nasab (menjadi maf’ul bih) contoh : عَدَا القَوْمُ قَامَ / زَيْدًا خَلاَ
B.) Mustasna (lafad) yang jatuh setelah عَدَا dan خَلاَ yang didahului مَصْرَرِيَّةْ مَا                      (menjadi عَدَا مَا  dan خَلاَ مَا ) maka wajib dibaca nasab contoh :
طِمَةَ فَا عَدَا مَا الغِلْمِيَّةِ قَسَّةِ المُنَا هَذِهِ فِى تُ لِبَاالطَّا حَضَرَتِ
(pelajar-pelajar putrid hadir dalam diskusi ilmiyah ini selain Fatimah) طِمَةَ فَا خَلاَ مَا
Jika mustasna dibaca nasab maka خَلاَ  dan عَدَا itu adalah fi’il madhi yang muta’adi maf’ul satu sedang fi’ilnya tersimpan.
C.) Mustasna (lafad) yang jatuh selain عَدَا`dan خَلاَ itu selain dibaca nasab ( sebagai  maf’ulnya) juga bisa dibaca jer (sebagai majrurnya contoh :    زَيْدٍ عَدَا / خَلاَ القَوْمُ قَامَ
D.) Kadang-kadang ada juga mustasna yang jatuh setelah خَلاَ  dan عَدَا  yang didahului  مَا 
Menjadi (عَدَا مَا  dan خَلاَ مَا ) itu dibaca jer dengan menjadikan  مَا  yang jatuh sebelumnya tersebut sebagai زَئِدَا مَامَا   tambahan)
Contoh: زَيْدٍ خَلاَ مَا / زَيْدٍ عَدَا مَا القَوْمُ قَامَ
Jika mustasna yang jatuh setelah عَدَا  dan  خَلاَ  tersebut dibaca jer, maka عَدَا dan  خَلاَ
          itu keduanya adalah termasuk huruf jer.12
E.) Mustasna (lafad) yang jatuh setelah  لَيْسَ  dan  يَكَوْنُ مَا itu dibaca[5]
F.) Lafad  خَاسَا itu bisa dibaca شَاخَا dan  حَاشَا itu semua seperti hukumnya lafad  خَلاَ       yakni:
          contoh :  زَيْدٍ شَا خَا القَوْمُ قَامَ                                             
 Contoh lainya  :
عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمْ قَالَ:اُسَامَةُ اَحَبُّ النَّاسِ اِلَيَّ مَاحَا شَا فَاطِمَةَ                                                                                                                  (Diriwayatkan   dari sahabat ibnu Umar RA. Bahwasanya Rosullah SAW. berkata : “Usamalah itu adalah orang yang paling aku cintai selain Fatimah”.15

(7) Sibhul Istisna’
Sibhul istisna (yang serupa sengan istisna) itu ada 2 yaitu : لاَسِيَّمَا  danبِيْرَ  lafad لاَسِيَّمَا                  susunan aslinya dari “ سِيَّ “ yang bermakna مِثْلُ (misalnya) dan tasniahnya berupaسِيَّانِ               adapun لاَ  tersebut adalah  لاَ  linafyil jinsi.
Lafad  لاَسِيَّمَا itu digunakan untuk menjelaskan lafad setelahnya (mustasna) dan lafad   yang sebelumnya seperti ucapan : اِجْتَهَدَ التَّلاَمِيْدُ وَلاَسِيَّمَا خَالِدٍ                                                    
      (Murid-mirid bersunguh-sunguh apalagi kholid).
                Lafad yang jatuh setelah لاَسِيَّمَا  itu ada dua wajah yakni :(1) berupa nakiro (2)berupa ma’rifat, adapun bila berupa nakiroh maka boleh wajah 3 yaitu :
A. Dibaca rofa’ contoh :      كُلُّ مُجْتَهِدٍ يُحَبُّ وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدٌ مِثْلُكَ
          Rofa’nya lafad تِلْمِيْدٌ itu menjadi khobarnya mubtadak yang dibuang yang ditakdirkan هُوَ         dan adapun  مَا  nya  لاَسِيَّمَا itu مَا mausul yang mahal jer yang dimudhofkan pada lafad سِيَّ  dan jumlah ismiahnya (mubtada’ khobar) yang berupa  تِلْمِيْدٌ  هُوَ  itu menjadi silahnya isim mausul  مَا   takdirnya
كُلِّ تِلْمِيْدٌ                       يُحِبُّ كُلُّ مُجْتَهِدٍ لاَ مَثَلَ مُحَبَّةٍ الَذِى هُوَ تِلْمِيْدٌ مِثْلُكَ لأَِنَّكَ مُفَضَّلٌ عَلَى
          (Semua murid disenangi apalagi murid-murid sepertimu karena kamu itu lebih utama dari pada murid-murid yang lain).
B. Dibaca nasob seperti contoh :    كُلُّ مُجْتَهِدٍ يُحَبُّ وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدًا مِثْلُكَ
           (setiap orang yang giat itu disenangi apalagi murid yang sepertimu).
           Lafad  تِلْمِيْدٌ   dibaca nasob karena menjadi tamyiznya lafad سِيَّ   dan مَا   tersebut berlaku (   زائدة مَا  ) tambahan .
C.  Bila dibaca jer seperti contoh :       كُلُّ مُجْتَهِدٍ يُحَبُّ وَلاَ سِيَّمَا تِلْمِيْدٍ مِثْلِكَ
Lafad   تِلْمِيْدِ dibaca jerk arena di rofaknya pada lafad “ سِيِّ “ adapun  مَا  diatas berlaku sebagai  مَا  tambahan (  زائدة مَا ) dan kebanyakan itu dibaca jer, karena dibaca jer itu sudah mashur (lebih utama).    
  Adapun lafad yang jatuh setelah  لاَسِيَّمَا  itu berupa ma’rifad maka boleh wajah 2 yaitu :

Terkadang     itumempunyai arti yang khusus diantaranya adalah
1. Setelah  لاَسِيَّمَا  itu keadaan mufrod. Contoh: اُخِبُّ اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا مُنْفَرِرًا
(Saya senang muthola’ah (belajar) apalagi sendirian)

          2. Setelah  لاَسِيَّمَا  itu berupa jumlah. Contoh :   اُخِبُّ اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا اَنَا مُنْفَرِرٌ 
(Saya senang muthola’ah apalagi saya sendirian)
          3. Setelah  لاَسِيَّمَا  itu berupa jumlah sartiyah yang jatuh pada tempatnya hal
             Contoh : اُخِبُّ اَلْمُطَا لَعَةَ وَلاَ سِيَّمَا اِنْ كُنْتَ مُنْفَرِدًا

           Adapun lafad   بيد  itu adalah isim lazim yang untuk menasobkan pada istisna’ dan tidak akan terjadi kecuali pada istisna munkhote yaitu wajib memudhofkan pada masdar mu’awwal dengan menasobkan isimnya dan merofa’kan khobarnya contoh :
اِنَّهُ لَكَثِيْرُ الْمَالِ , بِيْدَ اَنَّهُ بَخِيْلٌ
إسميا  خبريا

Dalam hadis :
اَنَا اَفْصَحُ مِنْ نَطَقَ بِا لضَّادِ بِيْدَ اَنِّى مِنْ قُرَيْشٍ وَاسْتُرْ ضِعْتُ فِى بَنِى سَعِيْدِ بْنِ بِكْرٍ














0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
Ping your blog, website, or RSS feed for Free