Para Penulis wanita dan pembaca wanita selalu bekerja
melawan hakikatnya sendiri. Aristoteles mengatakan “Wanita adalah wanita
berdasarkan atas kekurangan mereka terhadap kualitas-kualitas tertentu”, dan
St. Thomas Aquinas yakin bahwa wanita adalah “laiki-laki yang tidak sempurna”.
1.
Masalah
Teori Feminis
Sebenarnya
beberara pemikir feminis sama sekali enggan menerima teori-teori ini. Misalnya
teori Freud di kecam karena seksimenya yang mencolok mata, asumsi mereka bahwa
seksualitas wanita di bentuk oleh kecemburuan zakar. Simone de Bevour, dalam
The Secon Text, menetapkan dengan sangat jelas masalah dasar feminisme modern,
dengan anggapan wanita suka mencoba membatasi dirinya sendiri. Bevour juga
menyatakan bahwa wanita telah dibuat lebih rendah dan tekanan ini menjadi
belipat ganda oleh keyakinan para lelaki bahwa wanita adalh lebi rendah menurut
kodratnya. Gagasan tersebut sedikitnya ada lima perbedaan yang membedakan
antara wanita dan laki-laki, yaitu : biologi, pengalaman , wacana, ketaksadaran,
serta kondisi sosial dan ekonomi.
2.
Katte
Millet dan Michele Barret dala Feminisme Politis
Suatu
tingkatan penting dalm feminisme modern di capai oleh katte millet dalm bukunya
Sexual Plitics (1970). Ia mempergunakan istilah “patriakhi” (Pemerintahan ayah)
untuk menguraikan sebab penindasan wanita. Patriakhi meletakan perempuan
dibawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai lelaki yang inferior.
Dalam fasea awalnya feminisme modern tulisan tentang kesusastraan (Katte
Millet, Germaine Greer, Marry Elmann) tekananya sangat politis, dalam arti
bahwa penulis itu menyatakan perasaan marah atas ketikadilan dan terlibat dalam
meningkatkan kesadaran politis perempuan atas laki-laki. Millet memandang
dominasi pria sebagai bentuk penindasan kemasyarakatan dan perekonomian yang
lain yang sangat utama dan bebas.
Barret
memberikan analisis feminis yang bersifat marxis tentaanang penggambaran jenis
kelamin. Ideologi jenis kelamin mempengaruhi cara hasil penulisan laki-laki dan
perempuan dibaca dan bagaimana hukum kecemerlanagn ditetapkan. Selannjutnya,
para kritikus feminis harus memperhitungkan kodrat fiksional teks-eks satra dan
tidak memerturutkan moralisme yang merajalela denagn mengutuk semua penulis
pria yang memamerkan seksismenya dalam buku mereka dan bersetju dengan
parapenulis wanita untuk mengangkat persoalan jenis kelamin. Hal ini,
mempengaruhi kesustraan juga, diantaranya nilai dan konvesi sastra sendiri
telah dibentuk oleh laki-laki, dan perempuan sering berjuang untukmengungkapkan
urusan sendiri dalam bentuk yang mungkin tidak sesuai. Dan penulis laki-laki
menunjukan tulisan kepada para pembacanya seolah semuanya melulu laki-laki.
3.
Tulisan
Wanita dan Gynokritik
Karya Elaine Showalter A
Literature of their own (1997), mengkaji tentang para novelis wanita inggris
sejak brontes dari sudut pandang pengalaman wanita. Ia beranggapan bahwa tidak
ada seksualitas atau imajinasi wanita yang berpembawaan halus atau pasti,
karena itu, ada perbedaan mendalam antara hasil tulisan perempuan dengan laki-laki
dan bahwa seluruh tradisi penulisan itu telah dilupakan oleh para kritikus
pria: “ benua tradisi yang hilang telah timbul seperti benua atlantis dari
kesusastraan inggris. Ia membagi ke dalam 3 fase:
a.
Fase
“feminim” , 1840-1880 termasuk Elizabet Gskel dan George Eliot. Para penulis
wanita meniru dan menghayati standar estetika pria yang dominan, yang
menghendaki para penulis tetap sebagai wanita terhormat.
b.
Fase
“feminis”, 1880-1920, meliputi para penulis seperti Elizabeth Robins dan Olive
Schereinerkal pada periode ini men Kaum femins radikal pada periode ini
menganjurkan utopi separatis Amozonian dan persahabtanwanita yang berhak
memilih.
c.
Fase
“wanita” 1920, seperti Rebbeca West, Katherin Mansfield, dan Dorothy
Richardsonn. Mewarisi fasfase sebelumnya dan memperkembangkan ide tentang
kekhususan wanita dan pengalamanya.
4.
Teori
Kritk Feminis Perancis
Sejumlah
Feminis Perancis termasuk Chantal Cawaf, Xaviere Gauthier, Luce Irigarey telah menyatakan bahwa
seksualitas wanita merupakan sesuatu yang rendah (subteranian) dan tak
diketahui, Esai Helene Cixous , “The Laught of the Medusa” merupakan suatu
manifesto yang terkenal tulisan wanita yang menyeru wanita untuk meletakan
tubuh mereka kedalam tulisan-tulisanya. Sementara Virgina Wolf meninggalkan
perjuangan membicarakan tubuh wanita, Cixous secara sungguh-sungguh menulis
tentang ketaksadran wanita yang padat, “Tulislah dirimu sendiri”, tubuhmu harus
menjadi pusat. Hanya dengan demikian sumber-sumber ketaksadran yang berlimpah
akan terpancar keluar. Tidak ada pikiran wanita yang universal; sebaliknya
imajinasi wanita tak terbatas dan indah.
0 komentar:
Post a Comment