Sunday, December 7, 2014

KRITIK SATRA FEMINIS

Posted by faisal. Category:


Para Penulis wanita dan pembaca wanita selalu bekerja melawan hakikatnya sendiri. Aristoteles mengatakan “Wanita adalah wanita berdasarkan atas kekurangan mereka terhadap kualitas-kualitas tertentu”, dan St. Thomas Aquinas yakin bahwa wanita adalah “laiki-laki yang tidak sempurna”.
1.    Masalah Teori Feminis
Sebenarnya beberara pemikir feminis sama sekali enggan menerima teori-teori ini. Misalnya teori Freud di kecam karena seksimenya yang mencolok mata, asumsi mereka bahwa seksualitas wanita di bentuk oleh kecemburuan zakar. Simone de Bevour, dalam The Secon Text, menetapkan dengan sangat jelas masalah dasar feminisme modern, dengan anggapan wanita suka mencoba membatasi dirinya sendiri. Bevour juga menyatakan bahwa wanita telah dibuat lebih rendah dan tekanan ini menjadi belipat ganda oleh keyakinan para lelaki bahwa wanita adalh lebi rendah menurut kodratnya. Gagasan tersebut sedikitnya ada lima perbedaan yang membedakan antara wanita dan laki-laki, yaitu : biologi, pengalaman , wacana, ketaksadaran, serta kondisi sosial dan ekonomi.

2.    Katte Millet dan Michele Barret dala Feminisme Politis
Suatu tingkatan penting dalm feminisme modern di capai oleh katte millet dalm bukunya Sexual Plitics (1970). Ia mempergunakan istilah “patriakhi” (Pemerintahan ayah) untuk menguraikan sebab penindasan wanita. Patriakhi meletakan perempuan dibawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai lelaki yang inferior. Dalam fasea awalnya feminisme modern tulisan tentang kesusastraan (Katte Millet, Germaine Greer, Marry Elmann) tekananya sangat politis, dalam arti bahwa penulis itu menyatakan perasaan marah atas ketikadilan dan terlibat dalam meningkatkan kesadaran politis perempuan atas laki-laki. Millet memandang dominasi pria sebagai bentuk penindasan kemasyarakatan dan perekonomian yang lain yang sangat utama dan bebas.
Barret memberikan analisis feminis yang bersifat marxis tentaanang penggambaran jenis kelamin. Ideologi jenis kelamin mempengaruhi cara hasil penulisan laki-laki dan perempuan dibaca dan bagaimana hukum kecemerlanagn ditetapkan. Selannjutnya, para kritikus feminis harus memperhitungkan kodrat fiksional teks-eks satra dan tidak memerturutkan moralisme yang merajalela denagn mengutuk semua penulis pria yang memamerkan seksismenya dalam buku mereka dan bersetju dengan parapenulis wanita untuk mengangkat persoalan jenis kelamin. Hal ini, mempengaruhi kesustraan juga, diantaranya nilai dan konvesi sastra sendiri telah dibentuk oleh laki-laki, dan perempuan sering berjuang untukmengungkapkan urusan sendiri dalam bentuk yang mungkin tidak sesuai. Dan penulis laki-laki menunjukan tulisan kepada para pembacanya seolah semuanya melulu laki-laki.

3.    Tulisan Wanita dan Gynokritik
Karya Elaine Showalter A Literature of their own (1997), mengkaji tentang para novelis wanita inggris sejak brontes dari sudut pandang pengalaman wanita. Ia beranggapan bahwa tidak ada seksualitas atau imajinasi wanita yang berpembawaan halus atau pasti, karena itu, ada perbedaan mendalam antara hasil tulisan perempuan dengan laki-laki dan bahwa seluruh tradisi penulisan itu telah dilupakan oleh para kritikus pria: “ benua tradisi yang hilang telah timbul seperti benua atlantis dari kesusastraan inggris. Ia membagi ke dalam 3 fase:
a.       Fase “feminim” , 1840-1880 termasuk Elizabet Gskel dan George Eliot. Para penulis wanita meniru dan menghayati standar estetika pria yang dominan, yang menghendaki para penulis tetap sebagai wanita terhormat.
b.      Fase “feminis”, 1880-1920, meliputi para penulis seperti Elizabeth Robins dan Olive Schereinerkal pada periode ini men Kaum femins radikal pada periode ini menganjurkan utopi separatis Amozonian dan persahabtanwanita yang berhak memilih.
c.       Fase “wanita” 1920, seperti Rebbeca West, Katherin Mansfield, dan Dorothy Richardsonn. Mewarisi fasfase sebelumnya dan memperkembangkan ide tentang kekhususan wanita dan pengalamanya.

4.    Teori Kritk Feminis Perancis

Sejumlah Feminis Perancis termasuk Chantal Cawaf, Xaviere Gauthier,  Luce Irigarey telah menyatakan bahwa seksualitas wanita merupakan sesuatu yang rendah (subteranian) dan tak diketahui, Esai Helene Cixous , “The Laught of the Medusa” merupakan suatu manifesto yang terkenal tulisan wanita yang menyeru wanita untuk meletakan tubuh mereka kedalam tulisan-tulisanya. Sementara Virgina Wolf meninggalkan perjuangan membicarakan tubuh wanita, Cixous secara sungguh-sungguh menulis tentang ketaksadran wanita yang padat, “Tulislah dirimu sendiri”, tubuhmu harus menjadi pusat. Hanya dengan demikian sumber-sumber ketaksadran yang berlimpah akan terpancar keluar. Tidak ada pikiran wanita yang universal; sebaliknya imajinasi wanita tak terbatas dan indah.

0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
Ping your blog, website, or RSS feed for Free